14 February 2013

PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA


1.     Sumatra
Wilayah nusantara yang mula-mula dimasuki Islam adalah pantai barat pulau Sumatera dan daerah Pasai yang terletak di Aceh utara yang kemudian di masing-masing kedua daerah tersebut berdiri kerajaan Islam yang pertama yaitu kerajaan Islam yang pertama yaitu kerajaan Islam Perlak dan Samudera Pasai.
Hal ini dikarenakan wilayah Sumatera bagian utara letaknya di tepi Selat malaka, tempat lalu lintas kapal-kapal dagang dari India ke Cina.

Menurut keterangan Prof. Ali Hasmy bahwa kerajaan Islam yang pertama adalah kerajaan Perlak. Namun ahli sejarah lain telah sepakat, Samudera Pasailah kerajaan Islam yang pertama di Nusantara dengan rajanya yang pertama adalah Sultan Malik Al-Saleh.
Samudera Pasai semakin berkembang dalam bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan. Hubungannya dengan pelabuhan Malaka, yang waktu itu sudah menjadi kerajaraan kecil, semakin ramai, sehingga di tempat itu pun sejak abad ke-14 masehi telah tumbuh dan berkembang masyarakat Islam.
Seiring dengan kemajuan kerajaan Samudera Pasai yang sangat pesat, pengembangan agama Islam pun mendapat perhatian dan dukungan penuh. Para ulama dan mubalignya menyebar ke seluruh nusantara, ke pedalaman Sumatera, pesisir barat dan utara Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Ternate, Tidore, dan pualu-pulaulain di kepulauan Maluku. Itulah sebabnya di kemudian hari Samudera Pasai terkenal dengan sebutan Serambi Makkah.
Munculnya kerajaan baru di Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam, hamper bersamaan dengan jatuhnya kerajaan Malaka karena pendudukan Portugis. Di bawah pimpinan Sultan Ali Mughayat atau Sultan Ibrahim kerajaan Aceh terus mengalami kemajuan besar. Saudagar-saudagar muslim yang semula berdagang dengan Malaka memindahkan kegiatannya di Aceh. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Iskandar Muda Mahkota Alam (1607-1636).
Kerajaan Aceh ini mempunyai peran penting dalam penyebaran Agama Islam ke seluruh wilayah Nusantara. Para da’i, baik local maupun yang berasal dari Timur Tngah terus berusaha menyampaikan ajaran Islam ke seluruh Nusantara.

2.    Jawa
Penemuan nisan makam Siti Fatimah binti Maimun di daerah Leran/Gresik yang wafat tahun 1101 M dapat dijadikan tonggak awal kedatangan Islam di Jawa. Hingga pertengahan abad ke-13, bukti-bukti kepurbakalaan maupun berita-berita asing tentang masuknya Islam di Jawa sangatlah sedikit. Baru sejak abad ke-13 M hingga abad-abad berikutnya, terutama sejak majapahit mencapai puncak kejayaannya,  bukti-bukti proses pengembangan Islam ditemukan lebih banyak lagi. Misalnya saja penemuan kuburan Islam di Troyolo, Trowulan, dan Gresik. Juga berita Ma Huan (1416 M) yang menceritakan tentang adanya orang-orang Islam yang bertempat tinggal di Gresik. Hal ini membuktikan bahwa pada masa itu telah terjadi proses penyebaran agama Islam, mulai dari daerah pesisir dan kota-kota pelabuhan sampai ke pedalaman dan pusat kerajaan majapahit. Adanya proses penyebaran Islam di kerajaan terbukti dengan ditemukannya nisan makam muslim di Trowulan yang letaknya berdekatan dengan kompleks makam para bangsawan Majapahit.
            Pertumbuhan masyarakat muslim di sekitar majapahit sangat erat kaitannya dengan perkembangan hubungan pelayaran dan perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang Islam yang telah memiliki kekuatan politik dan ekonomi di kerajaan Samudera Pasai dan Malaka. Untuk masa-masa selanjutnya pengembangan Islam ditanah Jawa di lakukan oleh para ulama dan mubalig yang kemudian terkenal dengan sebutan wali sanga (Sembilan wali).

3.    Kalimantan
Para ulama awal yang berdakwah di Sumatera dan Jawa melahirkan kader-kader dakwah yang terus menerus mengalir. Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo kala itu.
Di pulau ini, ajaran Islam masuk dari dua pintu.
Jalur pertama yang membawa Islam masuk ke tanah Borneo adalah jalur Malaka yang dikenal sebagai Kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan penjajah Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar. Para mubaligh-mubaligh dan komunitas Islam kebanyakan mendiami pesisir Barat Kalimantan. 
Jalur lain yang digunakan menyebarkan dakwah Islam adalah para mubaligh yang dikirim dari Tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini menemui puncaknya saat Kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak mubaligh ke negeri ini. Perjalanan dakwah pula yang akhirnya melahirkan Kerajaan Islam Banjar dengan ulama-ulamanya yang besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad al Banjari.
Di Kalimantan Selatan terutama sejak abad ke-14 sampai awal abad ke-16 yakni sebelum terbentuknya Kerajaan Banjar yang berorientasikan Islam, telah terjadi proses pembentukan negara dalam dua fase. Fase pertama yang disebut Negara Suku (etnic state) yang diwakili oleh Negara Nan Sarunai milik orang Maanyan. Fase kedua adalah negara awal (early state) yang diwakili oleh Negara Dipa dan Negara Daha. Terbentuknya Negara Dipa dan Negara Daha menandai zaman klasik di Kalimantan Selatan. Negara Daha akhirnya lenyap seiring dengan terjadinya pergolakan istana, sementara lslam mulai masuk dan berkembang disamping kepercayaan lama. Zaman Baru ditandai dengan lenyapnya Kerajaan Negara Daha beralih ke periode negara kerajaan (kingdom state) dengan lahirnya kerajaan baru, yaitu Kerajaan Banjar pada tahun 1526 yang menjadikan Islam sebagai dasar dan agama resmi kerajaan.
Zaman keemasan Kerajaan Banjar terjadi pada abad ke-17 hingga abad ke-18. Pada masa itu terjadi puncak perkembangan Islam di Kalimantan Selatan sebagaimana ditandai oleh lahirnya Ulama-ulama Urang Banjar yang terkenal dan hasil karya tulisnya menjadi bahan bacaan dan rujukan di berbagai negara, antara lain Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari
Berbeda dengan Muhammad Arsyad yang menjadi perintis pusat pendidikan Islam, Muhammad Nafis mencemplungkan dirinya dalam usaha penyebar-luasan Islam di wilayah pedalaman Kalimantan. Dia memerankan dirinya sebagai ulama sufi kelana yang khas, keluar-masuk hutan me-nyebarkan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Dan oleh karena itu beliau memainkan peranan penting dalam mengembangkan Islam di Kalimantan.
Islam masuk Kalimantan Selatan lebih belakangan ketimbang misalnya, Sumatera Utara dan Aceh. Seperti diungkapkan Azra, diperkirakan pada awal abad ke-16 sudah ada sejumlah muslim di sini, tetapi Islam baru mencapai momentumnya setelah pasukan Kesultanan Demak datang ke Banjarmasin untuk membantu Pangeran Samudra dalam perjuangannya melawan kalangan elite di Kerajaan Daha. Setelah kemenangannya, Pangeran Samudra beralih memeluk Islam pada sekitar tahun 936/1526, dan diangkat sebagai sultan pertama di Kesultanan Banjar. Dia diberi gelar Sultan Suriansyah atau Surian Allah oleh seorang da’i Arab. Dengan berdirinya Kesultanan Banjar, otomatis Islam dianggap sebagai agama resmi negara.
Namun demikian, kaum muslimin hanya merupakan kelompok minoritas di kalangan penduduk. Para pemeluk Islam, umumnya hanya terbatas pada orang-orang Melayu. 
Islam hanya mampu masuk secara sangat perlahan di kalangan suku Dayak. Bahkan di kalangan kaum Muslim Melayu, kepatuhan kepada ajaran Islam boleh dibilang minim dan tidak lebih dari sekadar pengucapan dua kalimah syahadat.
Di bawah para sultan yang turun-temurun hingga masa Muhammad Arsyad dan Muhammad Nafis, tidak ada upaya yang serius dari kalangan istana untuk menyebarluaskan Islam secara intensif di kalangan penduduk Kalimantan.
Karena itu, tidak berlebih jika Muhammad Nafis dan terlebih Muhammad Arsyad Al-Banjari merupakan tokoh penting dalam proses Islamisasi lebih lanjut di Kalimantan. Dua orang ini pula yang memperkenalkan gagasan-gagasan keagamaan baru di Kalimantan Selatan.
Pengembangan Islam di Kutai dilakukan oleh dua orang muslim dari makassar yang bernama Tuan di Bandang dan Tuan Tunggang Parangan, dengan cepat islam berkembang di Kutai, termasuk raja mahkota memeluk islam. Kemudian pengembangan islam dilanjutkan ke daerah-daerah pedalaman pada pemerintahan Aji di Langgar. Pada tahun 1550 M, di Sukadan (Kalimantan Barat) telah berdiri kerajaan islam. Ini berarti jauh sebelum tahun itu rakyat telah memeluk agama islam, Adapun yang meng-islamkan daerah Sukadana adalah orang Arab islam yang datang dari Sriwijaya. Di Sukadana Sultan yang masuk islam adalah Panembahan Giri Kusuma (1591) dan Sultan Hammad Saifuddin (1677).
Di Kalimantan, Islam masuk melalui Pontianak yang disiarkan oleh bangsawan Arab bernama Sultan Syarif Abdurrahman pada abad ke-18. Di hulu Sungai Pawan, di Ketapang, Kalimantan Barat ditemukan pemakaman Islam kuno. Angka tahun yang tertua pada makam-makam tersebut adalah tahun 1340 Saka (1418 M). Jadi, Islam telah ada sebelum abad ke-15 dan diperkirakan berasal dari Majapahit karena bentuk makam bergaya Majapahit dan berangka tahun Jawa kuno. Di Kalimantan Timur, Islam masuk melalui Kerajaan Kutai yang dibawa oleh dua orang penyiar agama dari Minangkabau yang bernama Tuan Haji Bandang dan Tuan Haji Tunggangparangan. Di Kalimantan Selatan, Islam masuk melalui Kerajaan Banjar yang disiarkan oleh Dayyan, seorang khatib (ahli khotbah) dari Demak. Di Kalimantan Tengah, bukti kedatangan Islam ditemukan pada masjid Ki Gede di Kotawaringin yang bertuliskan angka tahun 1434 M.

4.    Sulawesi
            Kabupaten Palopo yang juga dikenal dengan sebutan Luwu' di Sulawesi Selatan, memiliki jejak sejarah sebagai pusat penyebaran agama Islam di Sulawesi Selatan. Diperkirakan agama Islam berkembang di Kedatuan Luwu', sekitar abad ke-17.
Setidaknya ada tiga situs utama yang menggambarkan Islam pernah berkembang pesat di daerah ini, yaitu bangunan Mesjid Jami'toa, Istana Dato' Luwu', dan makam Raja-raja Luwu yang terletak dalam satu kawasan di pusat kota Palopo, yang disebut kawasan Ilala'bata, atau kawasan istana raja.
Bangunan Masjid Jami'toa diperkirakan berdiri tahun 1604. Sekilas, bangunan religius ini tampak sederhana, namun sesungguhnya sarat dengan simbol-simbol penting yang menggambarkan eksistensi Kedatuan Islam Luwu' pada masanya.
Simbol-simbol tersebut antara lain tersirat melalui atap tumpang bersusun tiga. Pada puncak atap terdapat tempayan keramik yang berfungsi sebagai kepala. Ditopang oleh sebuah tiang utama, yang terbuat dari kayu kamoni, atau oleh masyarakat setempat disebut Cina Gori.
Tiga tingkap atap masjid ini melambangkan unsur-unsur keIslaman yang masuk ke Indonesia. Yaitu syari'ah atau amal perbuatan manusia, pada tingkat paling bawah. tingkat kedua melambangkan thariqat, yaitu jalan mencari berkat Tuhan dan tingkat ketiga melambangkan hakekat, yaitu hakikat amal perbuatan seseorang. Dan puncak masjid, diibaratkan ma'rifat yakni mengenal Tuhan Yang Maha Tinggi.
Tiang utama Masjid Jami' berdiameter 90 centimeter, dan berbentuk segi dua belas yang masing-masing sisinya berukuran 19 senti meter. Kabarnya, serpihan kayu tiang utama Masjid Jami, dapat dibuat untuk ramuan obat-obatan yang menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Oleh karena itu, pengelola masjid membuat semacam selubung kaca untuk melindungi tiang tersebut dari tangan-tangan jahil.
Konstruksi dinding dirancang dengan teknik susun-timbun, terbuat dari balok-balok batu padas dengan ukuran bervariasi. Namun kedalaman pondasi masjid ke dalam tanah, hingga kini masih menjadi misteri rakyat Palopo. Karena setiap digali, tetap masih tampak susunan batunya.
Mihrab masjid, yang berfungsi untuk menentukan arah kiblat, berbentuk agak melengkung menyerupai kubah. Di depan mihrab ditempatkan sebuah mimbar yang berfungsi sebagai tempat khatib berdiri, dengan atap terbuat dari kulit kerang asli. Namun tidak seperti masjid di Jawa pada umumnya, Masjid Jami'toa Palopo tidak memiliki serambi. Pada bentuk aslinya, masjid ini pun tidak memiliki langit-langit. Langit-langit Masjid Jami'toa yang ada saat ini, merupakan bagian yang ditambahkan.
Kesederhanaan hiasan dan arsitektur Masjid Jami' Palopo bertujuan untuk menimbulkan suasana yang kondusif untuk beribadah. Hingga saat ini, Masjid Jami' yang terletak di Jalan Andi Jenna' Nomor 1, Palopo, masih digunakan dan terbuka untuk umum. Renovasi-renovasi terus dilakukan untuk mempertahankan keberadaan masjid kuno Islam Palopo ini.
Situs Islam Kerajaan Luwu' yang kedua adalah Istana Datu' Luwu'. Bangunan ini dipugar dari situs aslinya oleh Belanda pada tahun 1907. Namun bahan-bahan bangunan baru ini, terbuat dari bahan-bahan istana lama yang dipugar. Di dekat istana, terdapat museum yang menyimpan benda-benda peninggalan raja-raja atau Datu' Luwu', hingga benda-benda dan senjata yang dipergunakan pahlawan-pahlawan Palopo pada masa perang kemerdekaan melawan penjajah Belanda.
Selain itu pula terdapat makam berbentuk kubah, tempat peristirahatan terakhir raja-raja Luwu', bangsawan, atau orang-orang yang dituakan di Luwu', yaitu orang yang bergelar Opu Daeng Bau. Orang pertama yang dikubur di dalam makam tua ini adalah Datu' Labaso' Langit, Raja Luwu' ke-17, dan dinamai juga Martin Roi Goa.
Kedatuan Islam Luwu' bisa dibilang saling terkait dengan 2 kerajaan besar lainnya di Sulawesi, yakni Gowa dan Bone. Hubungan yang terkait secara emosional ini pula yang memungkinkan Islam masuk ke wilayah Sulawesi.
Bagaimanapun dalam kesederhanaannya, Masjid Jami'toa Palopo dan situs Luwu' lainnya, menjadi saksi betapa kerendahan hati para pemimpin dan segenap rakyat Luwu', telah membawa kemuliaan bagi Kedatuan Islam Luwu'.

5.    Sejarah Awal Islam Maluku & Papua

Islam Maluku
Kepulauan Maluku yang terkenal kaya dengan hasil bumi yang melimpah membuat wilayah ini sejak zaman antik dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero dunia. Karena status itu pula Islam lebih dulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar dan kepulauan-kepulauan lainnya.
Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di kepulauan ini. Islam masuk ke wilayah ini sejak tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi Ternate pada tahun 1512, raja ternate adalah seorang Muslim, yakni Bayang Ullah. Kerajaan lain yang juga menjadi representasi Islam di kepulauan ini adalah Kerajaan Tidore yang wilayah teritorialnya cukup luas meliputi sebagian wilayah Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua dan sebagian kepulauan Seram. Ada juga Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Di tahun yang sama berdiri pula Kerajaan Jailolo yang juga dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.

Islam Papua

Beberapa kerajaan di kepulauan Maluku yang wilayah teritorialnya sampai di pulau Papua menjadikan Islam masuk pula di pulau Cendrawasih ini. Banyak kepala-kepala suku di wilayah Waigeo, Misool dan beberapa daerah lain yang di bawah administrasi pemerintahan kerajaan Bacan. Pada periode ini pula, berkat dakwah yang dilakukan kerajaan Bacan, banyak kepala-kepala suku di Pulau Papua memeluk Islam. Namun, dibanding wilayah lain, perkembangan Islam di pulau hitam ini bisa dibilang tak terlalu besar.

No comments:

Post a Comment

Berikanlah komentar yang sesuai dengan isi postingan.. No SPAM, No SARA.