1. Sumatra
Wilayah nusantara yang
mula-mula dimasuki Islam adalah pantai barat pulau Sumatera dan daerah Pasai
yang terletak di Aceh utara yang kemudian di masing-masing kedua daerah
tersebut berdiri kerajaan Islam yang pertama yaitu kerajaan Islam yang pertama
yaitu kerajaan Islam Perlak dan Samudera Pasai.
Hal ini dikarenakan
wilayah Sumatera bagian utara letaknya di tepi Selat malaka, tempat lalu lintas
kapal-kapal dagang dari India ke Cina.
Menurut keterangan Prof.
Ali Hasmy bahwa kerajaan Islam yang pertama adalah kerajaan Perlak. Namun ahli
sejarah lain telah sepakat, Samudera Pasailah kerajaan Islam yang pertama di
Nusantara dengan rajanya yang pertama adalah Sultan Malik Al-Saleh.
Samudera Pasai semakin
berkembang dalam bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan. Hubungannya dengan
pelabuhan Malaka, yang waktu itu sudah menjadi kerajaraan kecil, semakin ramai,
sehingga di tempat itu pun sejak abad ke-14 masehi telah tumbuh dan berkembang
masyarakat Islam.
Seiring dengan kemajuan kerajaan
Samudera Pasai yang sangat pesat, pengembangan agama Islam pun mendapat
perhatian dan dukungan penuh. Para ulama dan mubalignya menyebar ke seluruh
nusantara, ke pedalaman Sumatera, pesisir barat dan utara Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Ternate, Tidore, dan pualu-pulaulain di kepulauan Maluku. Itulah
sebabnya di kemudian hari Samudera Pasai terkenal dengan sebutan Serambi
Makkah.
Munculnya kerajaan baru
di Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam, hamper bersamaan dengan
jatuhnya kerajaan Malaka karena pendudukan Portugis. Di bawah pimpinan Sultan
Ali Mughayat atau Sultan Ibrahim kerajaan Aceh terus mengalami kemajuan besar.
Saudagar-saudagar muslim yang semula berdagang dengan Malaka memindahkan
kegiatannya di Aceh. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahan Iskandar Muda Mahkota Alam (1607-1636).
Kerajaan Aceh ini
mempunyai peran penting dalam penyebaran Agama Islam ke seluruh wilayah
Nusantara. Para da’i, baik local maupun yang berasal dari Timur Tngah terus
berusaha menyampaikan ajaran Islam ke seluruh Nusantara.
2. Jawa
Penemuan nisan makam
Siti Fatimah binti Maimun di daerah Leran/Gresik yang wafat tahun 1101 M dapat
dijadikan tonggak awal kedatangan Islam di Jawa. Hingga pertengahan abad ke-13,
bukti-bukti kepurbakalaan maupun berita-berita asing tentang masuknya Islam di
Jawa sangatlah sedikit. Baru sejak abad ke-13 M hingga abad-abad berikutnya,
terutama sejak majapahit mencapai puncak kejayaannya, bukti-bukti proses pengembangan Islam
ditemukan lebih banyak lagi. Misalnya saja penemuan kuburan Islam di Troyolo,
Trowulan, dan Gresik. Juga berita Ma Huan (1416 M) yang menceritakan tentang
adanya orang-orang Islam yang bertempat tinggal di Gresik. Hal ini membuktikan
bahwa pada masa itu telah terjadi proses penyebaran agama Islam, mulai dari
daerah pesisir dan kota-kota pelabuhan sampai ke pedalaman dan pusat kerajaan
majapahit. Adanya proses penyebaran Islam di kerajaan terbukti dengan
ditemukannya nisan makam muslim di Trowulan yang letaknya berdekatan dengan
kompleks makam para bangsawan Majapahit.
Pertumbuhan masyarakat muslim di sekitar majapahit sangat
erat kaitannya dengan perkembangan hubungan pelayaran dan perdagangan yang
dilakukan oleh orang-orang Islam yang telah memiliki kekuatan politik dan
ekonomi di kerajaan Samudera Pasai dan Malaka. Untuk masa-masa selanjutnya pengembangan
Islam ditanah Jawa di lakukan oleh para ulama dan mubalig yang kemudian
terkenal dengan sebutan wali sanga (Sembilan wali).
3. Kalimantan
Para ulama awal yang berdakwah di Sumatera
dan Jawa melahirkan kader-kader dakwah yang terus menerus mengalir. Islam masuk
ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo kala itu.
Di pulau ini, ajaran Islam masuk dari dua
pintu.
Jalur pertama yang membawa Islam masuk ke tanah Borneo adalah jalur Malaka yang dikenal sebagai Kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan penjajah Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar. Para mubaligh-mubaligh dan komunitas Islam kebanyakan mendiami pesisir Barat Kalimantan.
Jalur pertama yang membawa Islam masuk ke tanah Borneo adalah jalur Malaka yang dikenal sebagai Kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan penjajah Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar. Para mubaligh-mubaligh dan komunitas Islam kebanyakan mendiami pesisir Barat Kalimantan.
Jalur lain yang digunakan menyebarkan dakwah
Islam adalah para mubaligh yang dikirim dari Tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke
Kalimantan ini menemui puncaknya saat Kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan
banyak mubaligh ke negeri ini. Perjalanan dakwah pula yang akhirnya melahirkan
Kerajaan Islam Banjar dengan ulama-ulamanya yang besar, salah satunya adalah
Syekh Muhammad Arsyad al Banjari.
Di Kalimantan Selatan terutama sejak abad
ke-14 sampai awal abad ke-16 yakni sebelum terbentuknya Kerajaan Banjar yang
berorientasikan Islam, telah terjadi proses pembentukan negara dalam dua fase.
Fase pertama yang disebut Negara Suku (etnic state) yang diwakili oleh Negara
Nan Sarunai milik orang Maanyan. Fase kedua adalah negara awal (early state)
yang diwakili oleh Negara Dipa dan Negara Daha. Terbentuknya Negara Dipa dan
Negara Daha menandai zaman klasik di Kalimantan Selatan. Negara Daha akhirnya
lenyap seiring dengan terjadinya pergolakan istana, sementara lslam mulai masuk
dan berkembang disamping kepercayaan lama. Zaman Baru ditandai dengan lenyapnya
Kerajaan Negara Daha beralih ke periode negara kerajaan (kingdom state) dengan
lahirnya kerajaan baru, yaitu Kerajaan Banjar pada tahun 1526 yang menjadikan
Islam sebagai dasar dan agama resmi kerajaan.
Zaman keemasan Kerajaan Banjar terjadi pada
abad ke-17 hingga abad ke-18. Pada masa itu terjadi puncak perkembangan Islam
di Kalimantan Selatan sebagaimana ditandai oleh lahirnya Ulama-ulama Urang
Banjar yang terkenal dan hasil karya tulisnya menjadi bahan bacaan dan rujukan
di berbagai negara, antara lain Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari
Berbeda dengan Muhammad Arsyad yang menjadi
perintis pusat pendidikan Islam, Muhammad Nafis mencemplungkan dirinya dalam
usaha penyebar-luasan Islam di wilayah pedalaman Kalimantan. Dia memerankan
dirinya sebagai ulama sufi kelana yang khas, keluar-masuk hutan me-nyebarkan
ajaran Allah dan Rasul-Nya. Dan oleh karena itu beliau memainkan peranan
penting dalam mengembangkan Islam di Kalimantan.
Islam masuk Kalimantan Selatan lebih belakangan ketimbang misalnya, Sumatera Utara dan Aceh. Seperti diungkapkan Azra, diperkirakan pada awal abad ke-16 sudah ada sejumlah muslim di sini, tetapi Islam baru mencapai momentumnya setelah pasukan Kesultanan Demak datang ke Banjarmasin untuk membantu Pangeran Samudra dalam perjuangannya melawan kalangan elite di Kerajaan Daha. Setelah kemenangannya, Pangeran Samudra beralih memeluk Islam pada sekitar tahun 936/1526, dan diangkat sebagai sultan pertama di Kesultanan Banjar. Dia diberi gelar Sultan Suriansyah atau Surian Allah oleh seorang da’i Arab. Dengan berdirinya Kesultanan Banjar, otomatis Islam dianggap sebagai agama resmi negara.
Islam masuk Kalimantan Selatan lebih belakangan ketimbang misalnya, Sumatera Utara dan Aceh. Seperti diungkapkan Azra, diperkirakan pada awal abad ke-16 sudah ada sejumlah muslim di sini, tetapi Islam baru mencapai momentumnya setelah pasukan Kesultanan Demak datang ke Banjarmasin untuk membantu Pangeran Samudra dalam perjuangannya melawan kalangan elite di Kerajaan Daha. Setelah kemenangannya, Pangeran Samudra beralih memeluk Islam pada sekitar tahun 936/1526, dan diangkat sebagai sultan pertama di Kesultanan Banjar. Dia diberi gelar Sultan Suriansyah atau Surian Allah oleh seorang da’i Arab. Dengan berdirinya Kesultanan Banjar, otomatis Islam dianggap sebagai agama resmi negara.
Namun demikian, kaum muslimin hanya merupakan
kelompok minoritas di kalangan penduduk. Para pemeluk Islam, umumnya hanya
terbatas pada orang-orang Melayu.
Islam hanya mampu masuk secara sangat
perlahan di kalangan suku Dayak. Bahkan di kalangan kaum Muslim Melayu,
kepatuhan kepada ajaran Islam boleh dibilang minim dan tidak lebih dari sekadar
pengucapan dua kalimah syahadat.
Di bawah para sultan yang turun-temurun
hingga masa Muhammad Arsyad dan Muhammad Nafis, tidak ada upaya yang serius
dari kalangan istana untuk menyebarluaskan Islam secara intensif di kalangan
penduduk Kalimantan.
Karena itu, tidak berlebih jika Muhammad Nafis dan terlebih Muhammad Arsyad Al-Banjari merupakan tokoh penting dalam proses Islamisasi lebih lanjut di Kalimantan. Dua orang ini pula yang memperkenalkan gagasan-gagasan keagamaan baru di Kalimantan Selatan.
Karena itu, tidak berlebih jika Muhammad Nafis dan terlebih Muhammad Arsyad Al-Banjari merupakan tokoh penting dalam proses Islamisasi lebih lanjut di Kalimantan. Dua orang ini pula yang memperkenalkan gagasan-gagasan keagamaan baru di Kalimantan Selatan.
Pengembangan Islam di Kutai dilakukan oleh
dua orang muslim dari makassar yang bernama Tuan di Bandang dan Tuan Tunggang
Parangan, dengan cepat islam berkembang di Kutai, termasuk raja mahkota memeluk
islam. Kemudian pengembangan islam dilanjutkan ke daerah-daerah pedalaman pada
pemerintahan Aji di Langgar. Pada tahun 1550 M, di Sukadan (Kalimantan Barat)
telah berdiri kerajaan islam. Ini berarti jauh sebelum tahun itu rakyat telah
memeluk agama islam, Adapun yang meng-islamkan daerah Sukadana adalah orang
Arab islam yang datang dari Sriwijaya. Di Sukadana Sultan yang masuk islam
adalah Panembahan Giri Kusuma (1591) dan Sultan Hammad Saifuddin (1677).
Di
Kalimantan, Islam masuk melalui Pontianak yang disiarkan oleh bangsawan Arab
bernama Sultan Syarif Abdurrahman pada abad ke-18. Di hulu Sungai Pawan, di
Ketapang, Kalimantan Barat ditemukan pemakaman Islam kuno. Angka tahun yang
tertua pada makam-makam tersebut adalah tahun 1340 Saka (1418 M). Jadi, Islam
telah ada sebelum abad ke-15 dan diperkirakan berasal dari Majapahit karena
bentuk makam bergaya Majapahit dan berangka tahun Jawa kuno. Di Kalimantan
Timur, Islam masuk melalui Kerajaan Kutai yang dibawa oleh dua orang penyiar agama dari Minangkabau yang bernama Tuan Haji
Bandang dan Tuan Haji Tunggangparangan. Di Kalimantan Selatan, Islam masuk melalui
Kerajaan Banjar yang disiarkan oleh Dayyan, seorang khatib (ahli khotbah) dari
Demak. Di Kalimantan Tengah, bukti kedatangan Islam ditemukan pada masjid Ki Gede di
Kotawaringin yang bertuliskan angka tahun 1434 M.
4. Sulawesi
Kabupaten
Palopo yang juga dikenal dengan sebutan Luwu' di Sulawesi Selatan, memiliki
jejak sejarah sebagai pusat penyebaran agama Islam di Sulawesi Selatan.
Diperkirakan agama Islam berkembang di Kedatuan Luwu', sekitar abad ke-17.
Setidaknya ada
tiga situs utama yang menggambarkan Islam pernah berkembang pesat di daerah
ini, yaitu bangunan Mesjid Jami'toa, Istana Dato' Luwu', dan makam Raja-raja
Luwu yang terletak dalam satu kawasan di pusat kota Palopo, yang disebut
kawasan Ilala'bata, atau kawasan istana raja.
Bangunan
Masjid Jami'toa diperkirakan berdiri tahun 1604. Sekilas, bangunan religius ini
tampak sederhana, namun sesungguhnya sarat dengan simbol-simbol penting yang
menggambarkan eksistensi Kedatuan Islam Luwu' pada masanya.
Simbol-simbol
tersebut antara lain tersirat melalui atap tumpang bersusun tiga. Pada puncak
atap terdapat tempayan keramik yang berfungsi sebagai kepala. Ditopang oleh
sebuah tiang utama, yang terbuat dari kayu kamoni, atau oleh masyarakat
setempat disebut Cina Gori.
Tiga tingkap atap
masjid ini melambangkan unsur-unsur keIslaman yang masuk ke Indonesia. Yaitu
syari'ah atau amal perbuatan manusia, pada tingkat paling bawah. tingkat kedua
melambangkan thariqat, yaitu jalan mencari berkat Tuhan dan tingkat ketiga
melambangkan hakekat, yaitu hakikat amal perbuatan seseorang. Dan puncak
masjid, diibaratkan ma'rifat yakni mengenal Tuhan Yang Maha Tinggi.
Tiang utama
Masjid Jami' berdiameter 90 centimeter, dan berbentuk segi dua belas yang
masing-masing sisinya berukuran 19 senti meter. Kabarnya, serpihan kayu tiang
utama Masjid Jami, dapat dibuat untuk ramuan obat-obatan yang menyembuhkan
berbagai jenis penyakit. Oleh karena itu, pengelola masjid membuat semacam
selubung kaca untuk melindungi tiang tersebut dari tangan-tangan jahil.
Konstruksi
dinding dirancang dengan teknik susun-timbun, terbuat dari balok-balok batu
padas dengan ukuran bervariasi. Namun kedalaman pondasi masjid ke dalam tanah,
hingga kini masih menjadi misteri rakyat Palopo. Karena setiap digali, tetap
masih tampak susunan batunya.
Mihrab masjid,
yang berfungsi untuk menentukan arah kiblat, berbentuk agak melengkung
menyerupai kubah. Di depan mihrab ditempatkan sebuah mimbar yang berfungsi
sebagai tempat khatib berdiri, dengan atap terbuat dari kulit kerang asli.
Namun tidak seperti masjid di Jawa pada umumnya, Masjid Jami'toa Palopo tidak
memiliki serambi. Pada bentuk aslinya, masjid ini pun tidak memiliki
langit-langit. Langit-langit Masjid Jami'toa yang ada saat ini, merupakan
bagian yang ditambahkan.
Kesederhanaan
hiasan dan arsitektur Masjid Jami' Palopo bertujuan untuk menimbulkan suasana
yang kondusif untuk beribadah. Hingga saat ini, Masjid Jami' yang terletak di
Jalan Andi Jenna' Nomor 1, Palopo, masih digunakan dan terbuka untuk umum.
Renovasi-renovasi terus dilakukan untuk mempertahankan keberadaan masjid kuno
Islam Palopo ini.
Situs Islam
Kerajaan Luwu' yang kedua adalah Istana Datu' Luwu'. Bangunan ini dipugar dari
situs aslinya oleh Belanda pada tahun 1907. Namun bahan-bahan bangunan baru
ini, terbuat dari bahan-bahan istana lama yang dipugar. Di dekat istana,
terdapat museum yang menyimpan benda-benda peninggalan raja-raja atau Datu'
Luwu', hingga benda-benda dan senjata yang dipergunakan pahlawan-pahlawan
Palopo pada masa perang kemerdekaan melawan penjajah Belanda.
Selain itu pula
terdapat makam berbentuk kubah, tempat peristirahatan terakhir raja-raja Luwu',
bangsawan, atau orang-orang yang dituakan di Luwu', yaitu orang yang bergelar
Opu Daeng Bau. Orang pertama yang dikubur di dalam makam tua ini adalah Datu'
Labaso' Langit, Raja Luwu' ke-17, dan dinamai juga Martin Roi Goa.
Kedatuan Islam
Luwu' bisa dibilang saling terkait dengan 2 kerajaan besar lainnya di Sulawesi,
yakni Gowa dan Bone. Hubungan yang terkait secara emosional ini pula yang
memungkinkan Islam masuk ke wilayah Sulawesi.
Bagaimanapun
dalam kesederhanaannya, Masjid Jami'toa Palopo dan situs Luwu' lainnya, menjadi
saksi betapa kerendahan hati para pemimpin dan segenap rakyat Luwu', telah
membawa kemuliaan bagi Kedatuan Islam Luwu'.
5.
Sejarah Awal Islam
Maluku & Papua
Islam Maluku
Kepulauan
Maluku yang terkenal kaya dengan hasil bumi yang melimpah membuat wilayah ini
sejak zaman antik dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero dunia. Karena
status itu pula Islam lebih dulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar
dan kepulauan-kepulauan lainnya.
Kerajaan
Ternate adalah kerajaan terbesar di kepulauan ini. Islam masuk ke wilayah ini
sejak tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi Ternate pada tahun 1512,
raja ternate adalah seorang Muslim, yakni Bayang Ullah. Kerajaan lain yang juga
menjadi representasi Islam di kepulauan ini adalah Kerajaan Tidore yang wilayah
teritorialnya cukup luas meliputi sebagian wilayah Halmahera, pesisir Barat
kepulauan Papua dan sebagian kepulauan Seram. Ada juga Kerajaan Bacan. Raja
Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada
tahun 1521. Di tahun yang sama berdiri pula Kerajaan Jailolo yang juga
dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.
Islam Papua
Beberapa
kerajaan di kepulauan Maluku yang wilayah teritorialnya sampai di pulau Papua
menjadikan Islam masuk pula di pulau Cendrawasih ini. Banyak kepala-kepala suku
di wilayah Waigeo, Misool dan beberapa daerah lain yang di bawah administrasi
pemerintahan kerajaan Bacan. Pada periode ini pula, berkat dakwah yang
dilakukan kerajaan Bacan, banyak kepala-kepala suku di Pulau Papua memeluk Islam.
Namun, dibanding wilayah lain, perkembangan Islam di pulau hitam ini bisa
dibilang tak terlalu besar.
No comments:
Post a Comment
Berikanlah komentar yang sesuai dengan isi postingan.. No SPAM, No SARA.