14 October 2013

MAKALAH HUBUNGAN DOKTER DAN PASIEN - Sosiologi dan Antropologi Kesehatan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
            Dalam era global yang terjadi waktu ini, profesi kedokteran merupakan salah satu profesi yang mendapatkan sorotan masyarakat. Masyarakat banyak yang menyoroti profesi dokter, baik sorotan yang disampaikan secara langsung ke Ikatan Dokter Indonesia sebagai induk organisasi para dokter, maupun yang disiarkan melalui media cetak maupun media elektronik.
            Sebenarnya sorotan masyarakat terhadap profesi dokter merupakan satu pertanda bahwa saat ini sebagian masyarakat belum puas terhadap pelayanan medis dan pengabdian profesi dokter di masyarakat. Pada umumnya ketidakpuasan para pasien dan keluarga pasien terhadap pelayanan dokter karena harapannya yang tidak dapat dipenuhi oleh para dokter, atau dengan kata lain terdapat kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang didapatkan oleh pasien.
             Memperoleh pelayanan kesehatan adalah hak asasi setiap manusia. Pemerintah menyadari rakyat yang sehat merupakan aset dan tujuan utama dalam mencapai masyarakat adil makmur. Penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan secara serasi dan seimbang oleh pemerintah dan masyarakat termasuk swasta. Agar penyelenggaraan upaya kesehatan itu berhasil guna dan berdaya guna, maka pemerintah perlu mengatur, membina dan mengawasi baik upayanya maupun sumber dayanya.


1.2       Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana hubungan antara dokter dan pasien?

1.3              Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dokter dan pasien.

1.4              Manfaat
            Manfaat dari makalah ini adalah dapat memberi pengetahuan dan informasi tentang hubungan antara dokter dan pasien.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Dokter

            Dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana mestinya untuk melakukan pelayanan kesehatan, khususnya memeriksa dan mengobati penyakit dan dilakukan menurut hukum dalam pelayanan kesehatan (Endang, 2009).

2.2       Pasien

            Setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006).

BAB III
PEMBAHASAN

3.1       Hubungan Dokter dan Pasien
            Hubungan antara dokter dan pasien dalam ilmu kedokteran umumnya berlangsung sebagai hubungan biomedis aktif-pasif. Dalam hubungan tersebut rupanya hanya terlihat superioritas dokter terhadap pasien dalam bidang ilmu biomedis; hanya ada kegiatan pihak dokter sedangkan pasien tetap pasif. Hubungan ini berat sebelah dan tidak sempurna, karena merupakan suatu pelaksanaan wewenang oleh yang satu terhadap lainnya. Oleh karena hubungan dokter-pasien merupakan hubungan antar manusia, lebih dikehendaki hubungan yang mendekati persamaan hak antar manusia. Jadi hubungan dokter yang semula bersifat patemalistik akan bergeser menjadi hubungan yang dilaksanakan dengan saling mengisi dan saling ketergantungan antara kedua belah pihak yang di tandai dengan suatu kegiatan aktif yang saling mempengaruhi. Dokter dan pasien akan berhubungan lebih sempurna sebagai ‘partner’. Sebenamya pola dasar hubungan dokter dan pasien, terutama berdasarkan keadaan sosial budaya dan penyakit pasien dapat dibedakan dalam tiga pola hubungan, yaitu:
1.      Activity – passivity. Pola hubungan orangtua-anak seperti ini merupakan pola klasik sejak profesi kedokteran mulai mengenal kode etik, abad ke 5 S.M. Di sini dokter seolah-olah dapat sepenuhnya melaksanakan ilmunya tanpa campur tangan pasien.
Biasanya hubungan ini berlaku pada pasien yang keselamatan jiwanya terancam, atau sedang tidak sadar, atau menderita gangguan mental berat.
2.      Guidance – Cooperation. Hubungan membimbing-kerjasama, seperti hainya orangtua dengan remaja. Pola ini ditemukan bila keadaan pasien tidak terlalu berat misalnya penyakit infeksi baru atau penyakit akut lainnya. Meskipun sakit, pasien tetap sadar dan memiliki perasaan serta kemauan sendiri. la berusaha mencari pertolongan pengobatan dan bersedia bekerjasama. Walau pun dokter rnengetahui lebih banyak, ia tidak semata-rna ta menjalankan kekuasaan, namun meng harapkan kerjasama pasien yang diwujudkan dengan menuruti nasihat atau anjuran dokter.
3.      Mutual participation. Filosofi pola ini berdasarkan pemikiran bahwa setiap manusia memiliki martabat dan hak yang sarna. Pola ini terjadi pada mereka yang ingin memelihara kesehatannya seperti medical check up atau pada pasien penyakit kronis. Pasien secara sadar dan aktif berperan dalam pengobatan terhadap dirinya. Hal ini tidak dapat diterapkan pada pasien dengan latar belakang pendidikan dan sosial yang rendah, juga pada anak atau pasien dengan gangguan mental tertentu.     
            Sebelum tahun 1970-an, hubungan dokter pasien bersifat paternalistik sehingga dokter bebas menentukan tindakan tanpa pasien ikut serta memutuskan. Saat itu hubungan dokter-pasien menjadi seperti atasan-bawahan, ordinat-subordinat, yang didasarkan pada prinsip beneficence saja. Namun, hubungan dokter-pasien yang paternalistik dinilai telah mengabaikan nilai otonomi pasien & dianggap tidak sesuai dengan moral Barat yang liberal. Lalu hubungan dokter-pasien berkembang sesuai teori kontrak sosial di bidang politik Barat sejak tahun 1972-1975.
            Veatch pada tahun 1972 menyatakan bahwa dokter dan pasien merupakan pihak-pihak yang bebas, saling menghargai walau berbeda kapasitas dalam membuat keputusan. Dokter mengemban tanggung jawab segala keputusan teknis, sedangkan pasien memegang kendali keputusan penting, terutama hal yang terkait nilai moral dan gaya hidup.
            Teori kontrak sosial pada hubungan ini mengharuskan terjadi pertukaran informasi dan negosiasi sebelum ada kesepakatan, tetapi tetap memberi peluang kepada pasien untuk menyerahkan pengambilan keputusan kepada dokter. Dokter maupun pasien harus tetap berdialog untuk menjaga berjalannya komunikasi untuk mencapai tujuan bersama, yaitu kesejahteraan pasien.
            Tak dapat dipungkiri bahwa saat ini hubungan dokter-pasien masih ada yang paternalistik, karena dokter belum paham kaidah autonomy pasien, dan pasien tidak paham haknya. Akibatnya, bila pasien merugi, tuduhan malpraktik menjadi marak hanya karena kurangnya komunikasi yang buruk. Hubungan dokter-pasien yang bersifat kontraktual akan menimbulkan hak-hak pasien, yaitu rights to health care dan right to self determination. Sedangkan selain menuntut hak, dokter wajib memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan SOP.
3.2              Timbulnya Hubungan Hukum antara dokter – pasien

            Dengan semakin meningkatnya peranan hukum dalam pelayanan kesehatan, yang antara lain disebabkan karena meningkatnya tingkat pendidikan, kesadaran masyarakat akan kebutuhan kesehatan, maka akan meningkat pula perhatian masyarakat tenang hak-haknya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu dengan pelayanan yang lebih luas dan mendalam.
            Dengan demikian, adanya gejala yang demikian itulah mendorong orang untuk berusaha menemukan dasar hukum (yuridis) bagi pelayanan kesehatan yang sebenarnya juga merupakan perbuatan hukum yang mengakibatkan timbulnya hubungan hukum, walaupun hal tersebut sering kali tidak disadari oleh dokter. Secara yuridis timbulnya hubungan antara dokter dan pasien bisa berdasarkan dua hal, yaitu berdasarkan perjanjian dan karena Undang-undang.
1.      Berdasarkan Perjanjian
            Timbulnya hubungan hukum antara dokter dengan pasien berdasarkan perjanjian mulai terjadi saat pasien datang ketempat praktek dokter atau ke rumah sakit dan dokter menyanggupinya dengan dimulai anamnesa (tanya jawab) dan pemeriksaan oleh dokter. Dari seorang dokter harus dapat diharapkan bahwa ia akan berusaha sebaik mungkin untuk menyembuhkan pasiennya. Dokter tidak bisa menjamin bahwa ia pasti akan dapat menyembuhkan penyakit pasiennya, karena hasil suatu pengobatan sangat tergantung kepada banyak faktor yang berkaitan (usia, tingkat keseriusan penyakit, macam penyakit, komplikasi dan lain-lain). Dengan demikian maka perjanjian antara dokter - pasien itu secara yuridis dimasukkan kedalam golongan inspannings verbitenis. 
2.      Berdasarkan Undang-Undang
            Di Indonesia hal ini diatur didalam KUH Perdata Pasal 1365 tentang perbuatan melanggar yang berbunyi : Setiap perbuatan yang melanggar hukum sehingga membawa kerugian kepada orang lain, maka sipelaku yang menyebabkan kerugian tersebut berkewajiban untuk mengganti kerugian tersebut. Perbuatan melanggar hukum "sebagai suatu tindakan atau non-tindakan yang atau bertentangan dengan kewajiban si pelaku atau bertentangan dengan susila baik, atau kurang hati-hati dan ketelitian yang seharusnya dilakukan di dalam masyarakat terhadap seseorang atau barang orang lain". 
            Jika seorang dokter tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan di atas, maka ia dapat dianggap telah melakukan pelanggaran hukum, melanggar ketentuan yang ditentukan oleh Undang-Undang karena tindakannya bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian, serta sikap hati-hati yang seharusnya dapat diharapkan daripadanya dalam pergaulan sesama warga masyarakat.
            Sedangkan yang dimaksud dengan "kepatutan, ketelitian dan hati-hati" tersebut adalah standar-standar dan prosedur profesi medis di dalam melakukan suatu tindakan medis tertentu. Namun standar-standar tersebut juga bukan sesuatu yang tetap karena pada waktu-waktu tertentu, harus lah diadakan evaluasi untuk dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun tidak saja terhadap suatu perbuatan yang dilakukan, tetapi juga terhadap suatu kelalaian yang menyebabkan kerugian kepada orang lain dapat pula dimintakan penggantian kerugian.
3.3              Hak  dan Kewajiban Dokter dan Pasien
            Hak pasien sebenarnya merupakan hak yang asasi yang bersumber dari hak dasar individu dalam bidang kesehatan. Dalam hubungan dokter – pasien, secara relatif pasien berada dalam posisi yang lemah. Kekurang mampuan pasien untuk membela kepentingannya dalam situasi pelayanan kesehatan, menyebabkan timbulnya hak-hak pasien dalam menghadapi para profesional kesehatan terabaikan. Hubungan antara dokter dengan pasien, sekarang adalah partner dan kedudukan keduanya secara hukum adalah sama. Pasien mempunyai hak dan kewajiban tertentu, demikian pula dokternya. Secara umum pasien berhak atas pelanyanan yang manusiawi dan perawatan yang bermutu. 
            Adapun beberapa kewajiban yang harus pasien tunaikan antara lain :
1.        Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tata tertib di klinik/rumah sakit.
2.        Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter dan perawat dalam pengobatannya.
3.        Pasien berkewajiban memberikan informasi dengan jujur dan selengkapnya tentang penyakit yang diderita kepada dokter yang merawat.
4.        Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk memberi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit/ dokter.
5.        Kewajiban untuk membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
6.        Beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
7.        Memberikan informasi lengkap tentang perjalanan penyakit, pengobatan yang sudah diperoleh, berapa lama menderita sakit, perubahan fisik, mental, tindakan pengobatan dan perawatan yang lalu.
8.        Bersedia diperiksa dalam kaitannya penegakan diagnosis, menentukan prognosis.
9.        Mematuhi nasehat dokter untuk mengurangi penderitaan akibat penyakit dan bersedia untuk berpartisipasi menjaga kesehatannya.
10.    Memberi imbalan jasa.
11.    Menjaga kehormatan profesi dokter.
12.    Kewajiban memberi kesempatan cukup agar dokter dapat bekerja  dengan baik.
      Ada pula beberapa hak yang dimiliki pasien, yaitu:
1.        Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien.
2.        Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit
3.        Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
4.        Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar profesi kedokteran/kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi.
5.        Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
6.        Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.
7.        Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang dideritanya, sepengetahuan dokter yang merawat.
8.        Pasien berhak atas "privacy" dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya.
9.        Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi: Penyakit yang diderita, Tindakan medik apa yang hendak dilakukan, Kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya, Alternatif terapi lainnya, Prognosanya, Perkiraan biaya pengobatan.
10.    Pasien berhak menyetujui/memberikan izin atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
11.    Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
12.    Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
13.    Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
14.    Pasien berhak atas keamanan/keselamatan/kenyamanan agar terhindar akan risiko, kesehatan, efek samping atau hal-hal yang merugikan pasien selama dalam perawatan dokter.
15.    Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya.
16.    Class action (gugatan kelompok) harus diajukan oleh konsumen yang benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum, salah satu diantaranya adalah adanya bukti transaksi.
17.    Mengenal identitas dokternya. Pasien agar memahami karakter dokter dan memilih dokter yang bersahabat.
18.    Pasien memperoleh informasi secukupnya terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh dokter.
19.    Hak memperoleh pelayanan yang berkesinambungan, sebagai follow up pelayanan, evaluasi.
20.    Memperoleh perlindungan keamanan (patient safety) semenjak saat dokter telah mempersilahkan pasien untuk duduk/dokter siap memeriksa sampai selesai pelayanan.
21.    Mendapat penjelasan besarnya biaya yang akan dikeluarkan secara cafetaria yang disesuaikan dengan kelas pelayanan.
22.    Mempunyai hak untuk mendapat second opinion dari dokter lain tentang penyakitnya.
23.    Pasien mempunyai hak menolak dalam pemberian persetujuan terhadap kontrak terapeutik yang tidak tertulis dan tidak dibuat atas transaksi. Dengan kemajuan teknologi, maka perlu disampaikan kepada pasien bahwa penggunaan alat-alat yang canggih, namun dapat menyebabkan meningkatnya biaya pelayanan kesehatan, resiko tindakan, efek samping yang kadang-kadang dokter tidak mengetahui dengan betul dan dapat saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
       Dalam menjalankan profesinya dokter mempunyai kewajiban, antara lain :
1.        Dokter wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan hukum antara dokter tersebut dengan rumah sakit.
2.        Dokter wajib merujuk pasien ke dokter lain/rumah sakit lain yang mempunyai keahlian/kemampuan yang lebih baik, apabila ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan.
3.        Dokter wajib memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan dapat menjalankan ibadah sesuai keyakinannya.
4.        Dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.
5.        Dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
6.        Dokter wajib memberikan informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medik yang bersangkutan serta resiko yang dapat ditimbulkannya.
7.        Dokter wajib membuat rekam medis yang baik secara berkesinambungan berkaitan dengan keadaan pasien.
8.        Dokter wajib terus-menerus menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran/kedokteran gigi.
9.        Dokter wajib memenuhi hal-hal yang telah disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.
10.    Dokter wajib memenuhi hal-hal yang telah disepakati/pekerjaan yang telah dibuatnya.
11.    Dokter wajib bekerja sama dengan profesi dan pihak lain yang terkait secara timbal-balik dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
12.    Dokter wajib mengadakan perjanjian tertulis dengan pihak rumah sakit.
13.    Dalam diagnosis dan pengobatan dokter mempunyai tanggung jawab paling besar. Seorang dokter dan tenaga kesehatan lainnya wajib melakukan upaya yang terbaik untuk senantiasa memberi pelayanan yang terbaik, mendahulukan kepentingan pasiennya, profesional dan akuntabel.
14.    Dokter mempunyai kewajiban untuk menjaga kesehatan fisik, rohani dan spiritual dengan istirahat cukup untuk memulihkan kondisi fisik, rohani dan spiritual.
15.    Dokter wajib memberikan pelayanan yang berkualitas, senantiasa wajib belajar, meningkatkan pengetahuannya, ketrampilan dan menjaga mutu kompetensinya.
       Selain memiliki tanggung jawab, dokter juga memiliki hak-hak, yaitu sebagai berikut:
1.        Dokter berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2.        Dokter berhak untuk bekerja menurut standar profesi serta berdasarkan hak otonomi. (Seorang dokter, walaupun ia berstatus hukum sebagai karyawan RS, namun pemilik atau direksi rumah sakit tidak dapat memerintahkan untuk melakukan  sesuatu tindakan yang menyimpang dari standar profesi atau keyakinannya).
3.        Dokter berhak untuk menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, profesi dan etika.
4.        Dokter berhak menghentikan jasa profesionalnya kepada pasien apabila misalnya hubungan dengan pasien sudah berkembang begitu buruk sehingga kerjasama yang baik tidak mungkin diteruskan lagi, kecuali untuk pasien gawat darurat dan wajib menyerahkan pasien kepada dokter lain.
5.        Dokter berhak atas privasi (berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan  oleh pasien dengan ucapan atau tindakan yang melecehkan atau memalukan).
6.        Dokter berhak untuk mendapat imbalan atas jasa profesi yang diberikannya berdasarkan perjanjian dan atau ketentuan/peraturan yang berlaku di RS.
7.        Dokter berhak mendapat informasi lengkap dari pasien yang dirawatnya atau dari keluarganya.
8.        Dokter berhak atas informasi atau pemberitahuan pertama dalam menghadapi pasien yang tidak puas terhadap pelayanannya.
9.        Dokter berhak untuk diperlakukan adil dan jujur, baik oleh rumah sakit maupun oleh pasien.
10.    Hak rehabilitasi nama baik jika terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. 
11.    Hak untuk memilih barang dan/atau jasa (pasal 4 ayat b) : dalam keadaan darurat untuk keselamatan pasien, dokter dapat memberikan jasa pelayanan kesehatan, meskipun tidak dipilih oleh pasien.
12.    Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur (pasal 4 ayat c) : dalam keadaan tertentu untuk kepentingan pasien, dokter dapat menahan sebagian atau keseluruhan informasi tersebut.
13.    Dokter dapat menolak pasien yang tidak dalam keadaan gawat darurat yang datang diluar jam bicara.


3.4                              Pengakhiran Hubungan Dokter-Pasien

Kewajiban yang menyertai dokter akibat terbentuknya hubungan antara dokter dengan pasien berlanjut hingga berakhirnya hubungan tersebut. Berakhirnya hubungan tersebut dapat terjadi akibat :
1.      Selesainya pengobatan dengan membaiknya keadaan pasien
2.      Penolakan dokter oleh pasien
3.      Kesepakatan bersama
4.      Penarikan dokter secara resmi.
            Pasien dapat secara sepihak mengakhiri hubungan dengan alasan apapun dan kapan pun. Pengakhiran ini dapat dinyatakan secara langsung atau tidak langsung oleh sikap pasien. Meskipun ditolak, dokter memiliki kewajiban untuk mengingatkan pasien akan resiko bila menghentikan pengobatan. Seorang dokter yang berhati-hati akan secara cermat mendokumentasikan dasar-dasar dan hal-hal yang berhubungan dengan penolakan pasien untuk melindungi dirinya bila ada klaim dari pasien. Hubungan dokter-pasien dapat berakhir bila perawatan pasien telah secara tepat dan lengkap diserahkan kepada dokter lainnya sehingga jasa dari dokter yang menyerahkan pasien tidak lagi diperlukan dan kewajibannya untuk merawat pasien berakhir. Sekali pelayanan diakhiri, umumnya dokter tidak memiliki kewajiban untuk menyediakan pelayanan lanjutan atau membuat hubungan dokter-pasien lagi. Meskipun demikian beberapa keputusan pengadilan telah memerintahkan tanggung jawab tersebut dengan alasan bahwa dokter berada pada posisi yang lebih baik dari pasien dalam hal mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.
            Jika selama perawatan dokter menyimpulkan bahwa ia tidak memiliki pengetahuan atau ketrampilan yang kompeten untuk mengobati pasien atau untuk alasan lain dan beranggapan bahwa pasien akan lebih baik bila ditangani oleh dokter lain atau pada fasilitas lain, maka pasien harus diinformasikan. Untuk praktisnya, pasien dengan mudahnya menyetujui keputusan dokternya dan terjadi pengakhiran hubungan dengan peralihan yang menguntungkan. Jika pengalihan tertunda maka dokter yang merawat diminta memberitahukan pasien terhadap konsekuensi bila menolak, mendokumentasikan penolakan, konseling, dan kemudian meneruskan perawatan hingga terjadi penghentian hubungan secara sepihak. Pengakhiran hubungan secara sepihak diizinkan. Pasien harus diberikan cukup waktu untuk merencanakan perawatan dari dokter lain. Catatan tertulis harus disertakan dan lebih diutamakan bila ditulis pada kertas bermeterai. Catatan tersebut harus memberikan penjelasan mengenai keadaan pasien, pelayanan lanjutan yang diperlukan sebagaimana halnya dengan penjelasan mengenai konsekuensi dari kegagalan untuk memperoleh pelayanan lanjutan dan waktu perawatan ini harus dituliskan pada catatan tersebut. Penarikan diri secara tidak tepat oleh dokter merupakan pelanggaran kontrak, kelalaian profesional, dan abandonment.






BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan

Dari pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa timbulnya hubungan antara dokter dan pasien bisa berdasarkan dua hal, yaitu berdasarkan perjanjian dan karena Undang-undang. Dokter dan pasien akan berhubungan lebih sempurna sebagai ‘partner’. Sebenamya pola dasar hubungan dokter dan pasien, terutama berdasarkan keadaan sosial budaya dan penyakit pasien dapat dibedakan dalam tiga pola hubungan, yaitu: Activity – passivity, Guidance – Cooperation, dan Mutual Partipation. Hubungan Dokter-Pasien tidak dapat dilepaskan dengan apa yang dinamakan dengan Pelayanan Kesehatan. Berakhirnya hubungan dokter dan pasien dapat terjadi akibat : Selesainya pengobatan dengan membaiknya keadaan pasien, Penolakan dokter oleh pasien, Kesepakatan bersama, dan Penarikan dokter secara resmi.

4.2  Saran

            Sehubungan dengan kesimpulan pembahasan, terdapat saran yaitu hubungan antara dokter dan pasien harus dijalin sedemikian rupa sehingga tidak ada jarak antara dokter dan pasien. Sebaiknya hubungan dokter dan pasien lebih sebagai “partner” sehingga pasien lebih merasa nyaman dan pengobatan dapat lebih optimal.




 DAFTAR PUSTAKA

Endang Kusuma Astuti, 2009. Perjanjian terapeutik dalam upaya pelayanan medis di Rumah Sakit. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Konsil Kedokteran Indonesia, 2006. Komunikasi Efektif Hubungan Dokter-Pasien. Jakarta: KKI.
http://forensik_dan_hukum.webs.com/pengakhiranhdp.htm (Diakses pada 27 September 2013).
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2013/06/06/hubungan-dokter-pasien-566391.html (Diakses pada 27 September 2013).
http://rio-nasution.blogspot.com/2011/12/hubungan-dokter-dan-pasien.html (Diakses pada 26 September 2013). 

1 comment:

Berikanlah komentar yang sesuai dengan isi postingan.. No SPAM, No SARA.