BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam era global yang terjadi waktu
ini, profesi kedokteran merupakan salah satu profesi yang mendapatkan sorotan
masyarakat. Masyarakat banyak yang menyoroti profesi dokter, baik sorotan yang
disampaikan secara langsung ke Ikatan Dokter Indonesia sebagai induk organisasi
para dokter, maupun yang disiarkan melalui media cetak maupun media elektronik.
Sebenarnya sorotan masyarakat
terhadap profesi dokter merupakan satu pertanda bahwa saat ini sebagian
masyarakat belum puas terhadap pelayanan medis dan pengabdian profesi dokter di
masyarakat. Pada umumnya ketidakpuasan para pasien dan keluarga pasien terhadap
pelayanan dokter karena harapannya yang tidak dapat dipenuhi oleh para dokter,
atau dengan kata lain terdapat kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang
didapatkan oleh pasien.
Memperoleh
pelayanan kesehatan adalah hak asasi setiap manusia. Pemerintah menyadari
rakyat yang sehat merupakan aset dan tujuan utama dalam mencapai masyarakat
adil makmur. Penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan secara serasi dan
seimbang oleh pemerintah dan masyarakat termasuk swasta. Agar penyelenggaraan
upaya kesehatan itu berhasil guna dan berdaya guna, maka pemerintah perlu
mengatur, membina dan mengawasi baik upayanya maupun sumber dayanya.
1.2 Rumusan
Masalah
Bertitik tolak dari
uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut: Bagaimana hubungan antara dokter dan pasien?
1.3
Tujuan
Tujuan dari makalah ini
adalah untuk mengetahui hubungan antara dokter dan pasien.
1.4
Manfaat
Manfaat
dari makalah ini adalah dapat memberi pengetahuan dan informasi tentang hubungan
antara dokter dan pasien.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Dokter
Dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana mestinya
untuk melakukan pelayanan kesehatan, khususnya memeriksa dan mengobati penyakit dan dilakukan menurut hukum dalam pelayanan kesehatan (Endang, 2009).
2.2 Pasien
Setiap
orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada
dokter atau dokter gigi (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006).
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Hubungan Dokter dan Pasien
Hubungan antara dokter dan pasien
dalam ilmu kedokteran umumnya berlangsung sebagai hubungan biomedis
aktif-pasif. Dalam hubungan tersebut rupanya hanya terlihat superioritas dokter
terhadap pasien dalam bidang ilmu biomedis; hanya ada kegiatan pihak dokter
sedangkan pasien tetap pasif. Hubungan ini berat sebelah dan tidak sempurna,
karena merupakan suatu pelaksanaan wewenang oleh yang satu terhadap lainnya.
Oleh karena hubungan dokter-pasien merupakan hubungan antar manusia, lebih
dikehendaki hubungan yang mendekati persamaan hak antar manusia. Jadi hubungan
dokter yang semula bersifat patemalistik akan bergeser menjadi hubungan yang
dilaksanakan dengan saling mengisi dan saling ketergantungan antara kedua belah
pihak yang di tandai dengan suatu kegiatan aktif yang saling mempengaruhi.
Dokter dan pasien akan berhubungan lebih sempurna sebagai ‘partner’. Sebenamya
pola dasar hubungan dokter dan pasien, terutama berdasarkan keadaan sosial
budaya dan penyakit pasien dapat dibedakan dalam tiga pola hubungan, yaitu:
1.
Activity –
passivity. Pola hubungan orangtua-anak seperti ini merupakan pola klasik sejak
profesi kedokteran mulai mengenal kode etik, abad ke 5 S.M. Di sini dokter
seolah-olah dapat sepenuhnya melaksanakan ilmunya tanpa campur tangan pasien.
Biasanya hubungan ini berlaku pada pasien yang keselamatan jiwanya terancam, atau sedang tidak sadar, atau menderita gangguan mental berat.
Biasanya hubungan ini berlaku pada pasien yang keselamatan jiwanya terancam, atau sedang tidak sadar, atau menderita gangguan mental berat.
2.
Guidance –
Cooperation. Hubungan membimbing-kerjasama, seperti hainya orangtua dengan
remaja. Pola ini ditemukan bila keadaan pasien tidak terlalu berat misalnya
penyakit infeksi baru atau penyakit akut lainnya. Meskipun sakit, pasien tetap
sadar dan memiliki perasaan serta kemauan sendiri. la berusaha mencari
pertolongan pengobatan dan bersedia bekerjasama. Walau pun dokter rnengetahui
lebih banyak, ia tidak semata-rna ta menjalankan kekuasaan, namun meng harapkan
kerjasama pasien yang diwujudkan dengan menuruti nasihat atau anjuran dokter.
3.
Mutual
participation. Filosofi pola ini berdasarkan pemikiran bahwa setiap manusia
memiliki martabat dan hak yang sarna. Pola ini terjadi pada mereka yang ingin
memelihara kesehatannya seperti medical check up atau pada pasien penyakit
kronis. Pasien secara sadar dan aktif berperan dalam pengobatan terhadap
dirinya. Hal ini tidak dapat diterapkan pada pasien dengan latar belakang
pendidikan dan sosial yang rendah, juga pada anak atau pasien dengan gangguan
mental tertentu.
Sebelum tahun 1970-an, hubungan
dokter pasien bersifat paternalistik sehingga dokter bebas menentukan tindakan
tanpa pasien ikut serta memutuskan. Saat itu hubungan dokter-pasien menjadi
seperti atasan-bawahan, ordinat-subordinat, yang didasarkan pada prinsip
beneficence saja. Namun, hubungan dokter-pasien yang paternalistik dinilai
telah mengabaikan nilai otonomi pasien & dianggap tidak sesuai dengan moral
Barat yang liberal. Lalu hubungan dokter-pasien berkembang sesuai teori kontrak
sosial di bidang politik Barat sejak tahun 1972-1975.
Veatch pada tahun 1972 menyatakan
bahwa dokter dan pasien merupakan pihak-pihak yang bebas, saling menghargai
walau berbeda kapasitas dalam membuat keputusan. Dokter mengemban tanggung
jawab segala keputusan teknis, sedangkan pasien memegang kendali keputusan
penting, terutama hal yang terkait nilai moral dan gaya hidup.
Teori kontrak sosial pada hubungan
ini mengharuskan terjadi pertukaran informasi dan negosiasi sebelum ada
kesepakatan, tetapi tetap memberi peluang kepada pasien untuk menyerahkan
pengambilan keputusan kepada dokter. Dokter maupun pasien harus tetap berdialog
untuk menjaga berjalannya komunikasi untuk mencapai tujuan bersama, yaitu
kesejahteraan pasien.
Tak dapat dipungkiri bahwa saat ini
hubungan dokter-pasien masih ada yang paternalistik, karena dokter belum paham
kaidah autonomy pasien, dan pasien tidak paham haknya. Akibatnya, bila pasien
merugi, tuduhan malpraktik menjadi marak hanya karena kurangnya komunikasi yang
buruk. Hubungan dokter-pasien yang bersifat kontraktual akan menimbulkan
hak-hak pasien, yaitu rights to health care dan right to self determination.
Sedangkan selain menuntut hak, dokter wajib memberikan pelayanan medis sesuai
standar profesi dan SOP.
3.2
Timbulnya
Hubungan Hukum antara dokter – pasien
Dengan
semakin meningkatnya peranan hukum dalam pelayanan kesehatan, yang antara lain
disebabkan karena meningkatnya tingkat pendidikan, kesadaran masyarakat akan
kebutuhan kesehatan, maka akan meningkat pula perhatian masyarakat tenang hak-haknya
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu dengan pelayanan
yang lebih luas dan mendalam.
Dengan demikian, adanya gejala yang demikian itulah
mendorong orang untuk berusaha menemukan dasar hukum (yuridis) bagi
pelayanan kesehatan yang sebenarnya juga merupakan perbuatan hukum yang
mengakibatkan timbulnya hubungan hukum, walaupun hal tersebut sering kali tidak
disadari oleh dokter. Secara yuridis timbulnya hubungan antara dokter dan
pasien bisa berdasarkan dua hal, yaitu berdasarkan perjanjian dan karena
Undang-undang.
1.
Berdasarkan
Perjanjian
Timbulnya hubungan hukum antara dokter dengan pasien
berdasarkan perjanjian mulai terjadi saat pasien datang ketempat praktek dokter
atau ke rumah sakit dan dokter menyanggupinya dengan dimulai anamnesa (tanya
jawab) dan pemeriksaan oleh dokter. Dari seorang dokter harus dapat diharapkan
bahwa ia akan berusaha sebaik mungkin untuk menyembuhkan pasiennya. Dokter
tidak bisa menjamin bahwa ia pasti akan dapat menyembuhkan penyakit pasiennya,
karena hasil suatu pengobatan sangat tergantung kepada banyak faktor yang
berkaitan (usia, tingkat keseriusan penyakit, macam penyakit, komplikasi dan
lain-lain). Dengan demikian maka perjanjian antara dokter - pasien itu secara
yuridis dimasukkan kedalam golongan inspannings verbitenis.
2.
Berdasarkan
Undang-Undang
Di Indonesia hal ini diatur didalam KUH Perdata Pasal
1365 tentang perbuatan melanggar yang berbunyi : Setiap perbuatan yang
melanggar hukum sehingga membawa kerugian kepada orang lain, maka sipelaku yang
menyebabkan kerugian tersebut berkewajiban untuk mengganti kerugian tersebut. Perbuatan
melanggar hukum "sebagai suatu tindakan atau non-tindakan yang atau
bertentangan dengan kewajiban si pelaku atau bertentangan dengan susila baik,
atau kurang hati-hati dan ketelitian yang seharusnya dilakukan di dalam masyarakat
terhadap seseorang atau barang orang lain".
Jika seorang dokter tidak memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan di atas, maka ia dapat dianggap telah melakukan pelanggaran hukum,
melanggar ketentuan yang ditentukan oleh Undang-Undang karena tindakannya
bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian, serta sikap hati-hati yang
seharusnya dapat diharapkan daripadanya dalam pergaulan sesama warga
masyarakat.
Sedangkan yang dimaksud dengan "kepatutan,
ketelitian dan hati-hati" tersebut adalah standar-standar dan prosedur
profesi medis di dalam melakukan suatu tindakan medis tertentu. Namun
standar-standar tersebut juga bukan sesuatu yang tetap karena pada waktu-waktu
tertentu, harus lah diadakan evaluasi untuk dapat mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Namun tidak saja terhadap suatu perbuatan yang
dilakukan, tetapi juga terhadap suatu kelalaian yang menyebabkan kerugian
kepada orang lain dapat pula dimintakan penggantian kerugian.
3.3
Hak
dan Kewajiban Dokter dan Pasien
Hak pasien sebenarnya merupakan hak yang asasi yang
bersumber dari hak dasar individu dalam bidang kesehatan. Dalam hubungan dokter
– pasien, secara relatif pasien berada dalam posisi yang lemah. Kekurang
mampuan pasien untuk membela kepentingannya dalam situasi pelayanan kesehatan,
menyebabkan timbulnya hak-hak pasien dalam menghadapi para profesional
kesehatan terabaikan. Hubungan antara dokter dengan pasien, sekarang adalah
partner dan kedudukan keduanya secara hukum adalah sama. Pasien mempunyai hak
dan kewajiban tertentu, demikian pula dokternya. Secara umum pasien berhak atas
pelanyanan yang manusiawi dan perawatan yang bermutu.
Adapun beberapa kewajiban yang harus
pasien tunaikan antara lain :
1.
Pasien dan keluarganya berkewajiban
untuk mentaati segala peraturan dan tata tertib di klinik/rumah sakit.
2.
Pasien berkewajiban untuk mematuhi
segala instruksi dokter dan perawat dalam pengobatannya.
3.
Pasien berkewajiban memberikan informasi
dengan jujur dan selengkapnya tentang penyakit yang diderita kepada dokter yang
merawat.
4.
Pasien dan atau penanggungnya
berkewajiban untuk memberi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit/
dokter.
5.
Kewajiban untuk membaca atau mengikuti
petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa
demi keamanan dan keselamatan.
6.
Beriktikad baik dalam melakukan
transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
7.
Memberikan informasi lengkap tentang
perjalanan penyakit, pengobatan yang sudah diperoleh, berapa lama menderita
sakit, perubahan fisik, mental, tindakan pengobatan dan perawatan yang lalu.
8.
Bersedia diperiksa dalam kaitannya
penegakan diagnosis, menentukan prognosis.
9.
Mematuhi nasehat dokter untuk mengurangi
penderitaan akibat penyakit dan bersedia untuk berpartisipasi menjaga
kesehatannya.
10.
Memberi imbalan jasa.
11.
Menjaga kehormatan profesi dokter.
12.
Kewajiban memberi kesempatan cukup agar
dokter dapat bekerja dengan baik.
Ada pula beberapa hak yang dimiliki pasien, yaitu:
1.
Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang
dimiliki manusia sebagai pasien.
2.
Pasien berhak memperoleh informasi
mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit
3.
Pasien berhak atas pelayanan yang
manusiawi, adil dan jujur.
4.
Pasien berhak memperoleh pelayanan medis
yang bermutu sesuai dengan standar profesi kedokteran/kedokteran gigi dan tanpa
diskriminasi.
5.
Pasien berhak memilih dokter dan kelas
perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku
di rumah sakit.
6.
Pasien berhak dirawat oleh dokter yang
secara bebas menentukan pendapat klinis dan pendapat etisnya tanpa campur
tangan dari pihak luar.
7.
Pasien berhak meminta konsultasi kepada
dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut (second
opinion) terhadap penyakit yang dideritanya, sepengetahuan dokter yang
merawat.
8.
Pasien berhak atas "privacy"
dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya.
9.
Pasien berhak mendapat informasi yang
meliputi: Penyakit yang diderita, Tindakan medik apa yang hendak dilakukan, Kemungkinan
penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya,
Alternatif terapi lainnya, Prognosanya, Perkiraan biaya pengobatan.
10.
Pasien berhak menyetujui/memberikan izin
atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang
dideritanya.
11.
Pasien berhak menolak tindakan yang
hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan
atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
12.
Pasien berhak didampingi keluarganya
dalam keadaan kritis.
13.
Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai
agama/kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien
lainnya.
14.
Pasien berhak atas
keamanan/keselamatan/kenyamanan agar terhindar akan risiko, kesehatan, efek
samping atau hal-hal yang merugikan pasien selama dalam perawatan dokter.
15.
Pasien berhak mengajukan usul, saran,
perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya.
16.
Class action (gugatan kelompok) harus diajukan
oleh konsumen yang benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum,
salah satu diantaranya adalah adanya bukti transaksi.
17.
Mengenal identitas dokternya. Pasien
agar memahami karakter dokter dan memilih dokter yang bersahabat.
18.
Pasien memperoleh informasi secukupnya
terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh dokter.
19.
Hak memperoleh pelayanan yang
berkesinambungan, sebagai follow up pelayanan, evaluasi.
20.
Memperoleh perlindungan
keamanan (patient safety) semenjak saat dokter telah mempersilahkan
pasien untuk duduk/dokter siap memeriksa sampai selesai pelayanan.
21.
Mendapat penjelasan besarnya biaya yang
akan dikeluarkan secara cafetaria yang disesuaikan dengan kelas pelayanan.
22.
Mempunyai hak untuk mendapat second
opinion dari dokter lain tentang penyakitnya.
23.
Pasien mempunyai hak menolak dalam
pemberian persetujuan terhadap kontrak terapeutik yang tidak tertulis dan tidak
dibuat atas transaksi. Dengan kemajuan teknologi, maka perlu disampaikan kepada
pasien bahwa penggunaan alat-alat yang canggih, namun dapat menyebabkan
meningkatnya biaya pelayanan kesehatan, resiko tindakan, efek samping yang
kadang-kadang dokter tidak mengetahui dengan betul dan dapat saja terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan.
Dalam menjalankan profesinya dokter
mempunyai kewajiban, antara lain :
1.
Dokter wajib mematuhi peraturan rumah
sakit sesuai dengan hubungan hukum antara dokter tersebut dengan rumah sakit.
2.
Dokter wajib merujuk pasien ke dokter
lain/rumah sakit lain yang mempunyai keahlian/kemampuan yang lebih baik,
apabila ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan.
3.
Dokter wajib memberikan kesempatan
kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan dapat
menjalankan ibadah sesuai keyakinannya.
4.
Dokter wajib merahasiakan segala sesuatu
yang diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan juga setelah penderita itu
meninggal dunia.
5.
Dokter wajib melakukan pertolongan darurat
sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain
bersedia dan mampu memberikannya.
6.
Dokter wajib memberikan informasi yang
adekuat tentang perlunya tindakan medik yang bersangkutan serta resiko yang
dapat ditimbulkannya.
7.
Dokter wajib membuat rekam medis yang
baik secara berkesinambungan berkaitan dengan keadaan pasien.
8.
Dokter wajib terus-menerus menambah ilmu
pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran/kedokteran gigi.
9.
Dokter wajib memenuhi hal-hal yang telah
disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.
10.
Dokter wajib memenuhi hal-hal yang telah
disepakati/pekerjaan yang telah dibuatnya.
11.
Dokter wajib bekerja sama dengan profesi
dan pihak lain yang terkait secara timbal-balik dalam memberikan pelayanan kepada
pasien.
12.
Dokter wajib mengadakan perjanjian
tertulis dengan pihak rumah sakit.
13.
Dalam diagnosis dan pengobatan dokter
mempunyai tanggung jawab paling besar. Seorang dokter dan tenaga kesehatan
lainnya wajib melakukan upaya yang terbaik untuk senantiasa memberi pelayanan
yang terbaik, mendahulukan kepentingan pasiennya, profesional dan akuntabel.
14.
Dokter mempunyai kewajiban untuk menjaga
kesehatan fisik, rohani dan spiritual dengan istirahat cukup untuk memulihkan
kondisi fisik, rohani dan spiritual.
15.
Dokter wajib memberikan pelayanan yang
berkualitas, senantiasa wajib belajar, meningkatkan pengetahuannya, ketrampilan
dan menjaga mutu kompetensinya.
Selain memiliki tanggung jawab, dokter
juga memiliki hak-hak, yaitu sebagai berikut:
1.
Dokter berhak mendapat perlindungan
hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2.
Dokter berhak untuk bekerja menurut
standar profesi serta berdasarkan hak otonomi. (Seorang dokter, walaupun ia
berstatus hukum sebagai karyawan RS, namun pemilik atau direksi rumah sakit
tidak dapat memerintahkan untuk melakukan sesuatu tindakan yang
menyimpang dari standar profesi atau keyakinannya).
3.
Dokter berhak untuk menolak keinginan
pasien yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, profesi dan
etika.
4.
Dokter berhak menghentikan jasa
profesionalnya kepada pasien apabila misalnya hubungan dengan pasien sudah
berkembang begitu buruk sehingga kerjasama yang baik tidak mungkin diteruskan
lagi, kecuali untuk pasien gawat darurat dan wajib menyerahkan pasien kepada
dokter lain.
5.
Dokter berhak atas privasi (berhak
menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh pasien dengan ucapan atau
tindakan yang melecehkan atau memalukan).
6.
Dokter berhak untuk mendapat imbalan
atas jasa profesi yang diberikannya berdasarkan perjanjian dan atau
ketentuan/peraturan yang berlaku di RS.
7.
Dokter berhak mendapat informasi lengkap
dari pasien yang dirawatnya atau dari keluarganya.
8.
Dokter berhak atas informasi atau
pemberitahuan pertama dalam menghadapi pasien yang tidak puas terhadap
pelayanannya.
9.
Dokter berhak untuk diperlakukan adil
dan jujur, baik oleh rumah sakit maupun oleh pasien.
10.
Hak rehabilitasi nama baik jika terbukti
secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau
jasa yang diperdagangkan.
11.
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa
(pasal 4 ayat b) : dalam keadaan darurat untuk keselamatan pasien, dokter dapat
memberikan jasa pelayanan kesehatan, meskipun tidak dipilih oleh pasien.
12.
Hak atas informasi yang benar, jelas dan
jujur (pasal 4 ayat c) : dalam keadaan tertentu untuk kepentingan pasien,
dokter dapat menahan sebagian atau keseluruhan informasi tersebut.
13.
Dokter dapat menolak pasien yang tidak
dalam keadaan gawat darurat yang datang diluar jam bicara.
3.4
Pengakhiran
Hubungan Dokter-Pasien
Kewajiban yang menyertai dokter akibat terbentuknya hubungan antara dokter
dengan pasien berlanjut hingga berakhirnya hubungan tersebut. Berakhirnya
hubungan tersebut dapat terjadi akibat :
1.
Selesainya pengobatan dengan membaiknya keadaan pasien
2.
Penolakan dokter oleh pasien
3.
Kesepakatan bersama
4.
Penarikan dokter secara resmi.
Pasien dapat secara sepihak mengakhiri hubungan dengan
alasan apapun dan kapan pun. Pengakhiran ini dapat dinyatakan secara langsung
atau tidak langsung oleh sikap pasien. Meskipun ditolak, dokter memiliki
kewajiban untuk mengingatkan pasien akan resiko bila menghentikan pengobatan.
Seorang dokter yang berhati-hati akan secara cermat mendokumentasikan
dasar-dasar dan hal-hal yang berhubungan dengan penolakan pasien untuk
melindungi dirinya bila ada klaim dari pasien. Hubungan dokter-pasien dapat
berakhir bila perawatan pasien telah secara tepat dan lengkap diserahkan kepada
dokter lainnya sehingga jasa dari dokter yang menyerahkan pasien tidak lagi
diperlukan dan kewajibannya untuk merawat pasien berakhir. Sekali pelayanan diakhiri,
umumnya dokter tidak memiliki kewajiban untuk menyediakan pelayanan lanjutan
atau membuat hubungan dokter-pasien lagi. Meskipun demikian beberapa keputusan
pengadilan telah memerintahkan tanggung jawab tersebut dengan alasan bahwa
dokter berada pada posisi yang lebih baik dari pasien dalam hal mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan.
Jika
selama perawatan dokter menyimpulkan bahwa ia tidak memiliki pengetahuan atau
ketrampilan yang kompeten untuk mengobati pasien atau untuk alasan lain dan
beranggapan bahwa pasien akan lebih baik bila ditangani oleh dokter lain atau
pada fasilitas lain, maka pasien harus diinformasikan. Untuk praktisnya, pasien
dengan mudahnya menyetujui keputusan dokternya dan terjadi pengakhiran hubungan
dengan peralihan yang menguntungkan. Jika pengalihan tertunda maka dokter yang
merawat diminta memberitahukan pasien terhadap konsekuensi bila menolak,
mendokumentasikan penolakan, konseling, dan kemudian meneruskan perawatan
hingga terjadi penghentian hubungan secara sepihak. Pengakhiran hubungan secara
sepihak diizinkan. Pasien harus diberikan cukup waktu untuk merencanakan
perawatan dari dokter lain. Catatan tertulis harus disertakan dan lebih
diutamakan bila ditulis pada kertas bermeterai. Catatan tersebut harus memberikan
penjelasan mengenai keadaan pasien, pelayanan lanjutan yang diperlukan
sebagaimana halnya dengan penjelasan mengenai konsekuensi dari kegagalan untuk
memperoleh pelayanan lanjutan dan waktu perawatan ini harus dituliskan pada
catatan tersebut. Penarikan diri secara tidak tepat oleh dokter merupakan
pelanggaran kontrak, kelalaian profesional, dan abandonment.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari
pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa timbulnya hubungan antara
dokter dan pasien bisa berdasarkan dua hal, yaitu berdasarkan perjanjian dan karena
Undang-undang. Dokter dan pasien akan
berhubungan lebih sempurna sebagai ‘partner’. Sebenamya pola dasar hubungan
dokter dan pasien, terutama berdasarkan keadaan sosial budaya dan penyakit pasien
dapat dibedakan dalam tiga pola hubungan, yaitu: Activity – passivity, Guidance
– Cooperation, dan Mutual Partipation. Hubungan Dokter-Pasien tidak dapat dilepaskan dengan apa
yang dinamakan dengan Pelayanan Kesehatan. Berakhirnya hubungan dokter dan pasien dapat terjadi akibat : Selesainya pengobatan dengan membaiknya keadaan pasien,
Penolakan dokter oleh pasien,
Kesepakatan bersama,
dan Penarikan dokter secara resmi.
4.2 Saran
Sehubungan dengan kesimpulan pembahasan,
terdapat saran yaitu hubungan antara dokter dan pasien harus dijalin sedemikian
rupa sehingga tidak ada jarak antara dokter dan pasien. Sebaiknya hubungan
dokter dan pasien lebih sebagai “partner” sehingga pasien lebih merasa nyaman
dan pengobatan dapat lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Endang
Kusuma Astuti, 2009. Perjanjian
terapeutik dalam upaya pelayanan medis di Rumah Sakit. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Konsil Kedokteran Indonesia, 2006. Komunikasi
Efektif Hubungan Dokter-Pasien. Jakarta: KKI.
http://forensik_dan_hukum.webs.com/pengakhiranhdp.htm (Diakses pada 27 September 2013).
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2013/06/06/hubungan-dokter-pasien-566391.html
(Diakses pada 27 September 2013).
http://rio-nasution.blogspot.com/2011/12/hubungan-dokter-dan-pasien.html (Diakses pada 26 September
2013).
mantaaap....mencerahkan adinda, mksh
ReplyDelete